Jumat, 27 November 2009

~Perpisahan~


Secercah cahaya masuk menerobos melalui celah2 fentilasi kamarku yang terasa sangat hangat di musim semi ini. Aku menggeliat meluruskan otot2 yang terasa kaku lalu menghirup udara ruangan sebanyak-banyaknya, kuraih jam weker diatas meja kecil disisi kiri tempat tidur. Dari ujung mata yang masih mengantuk, terlihat jelas jarum pendek nya mengarah ke angka 8. Sedetik kemudian, aku lompat dari tempat tidur. Oh tidak, aku kesiangan!! Aku pulang terlalu larut tadi malam, padahal pagi ini harus mengejar pesawat pukul 11am.

“Glory, wake up!” jerit ku didepan kamar Glory plus sedikit gedoran2 dipintu. Tak ada suara dari dalam.
“c’mon Glory, kamu harus bangun dan mengantarku ke bandara!” berulangkali aku harus berteriak sampai akhirnya wajah pucat seorang cewek pirang menyembul dari balik pintu.
“ Good morning, Liz!”sapanya. “ hey, bukannya kau harus kebandara pagi ini?” pertanyaan konyol itu keluar bersamaan dengan hawa kurang enak saat dia menguap.
“definitely right, dan aku kesiangan!” jawabanku terdengar panic dan kesal. “ itu sebabnya dari tadi aku berteriak2 membangunkanmu.”
Glory melirik jam dinding dan saat itulah genderang besar meniup telinganya dan langsung membawanya kembali kebumi.
“Oh..My..God!! kita harus bergegas Liz” kini nada suaranya sudah sama dengan nada suaraku.Panik.
Masih ada waktu 1,5 jam sebelum check in ditutup, Glory akan ngebut, jadi kedengarannya tidak akan ada masalah. Well, I hope.
“ kau sudah periksa semuanya, Liz?”
Aku mengecek dengan cepat . “ sudah semua sepertinya. Kau akan mengirimkannya kan kalau ada yang tertinggal?”
“ yeah , masalah mudah”



Untuk terakhir kalinya aku menatap apartemen didepan ku. Tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan. Aku ingat ketika pertama kali datang ketempat ini 5 tahun yang lalu, benar2 merasa asing, cemas bila tidak ada yang akan menerima kehadiranku. But i am so happy having such a lovely friend like Glory.
“ you will miss this place, huh?”
“ Pasti. Dan aku pasti akan sangat kehilangan mu dan semuanya.” Seperti aku, mata cewek didepan ku ini juga mulai terlihat berair.
“ Thank you.” Kataku.
“ For what?”
“ Sudah menjadi seorang sahabat yang sangat baik, sudah mendukungku, mengajariku banyak hal, dan masih banyak hal lain nya lagi.”
“Oh cmon, Liz. That’s what a friend for.” Ujarnya. “ its been a good time living with such a ‘good’ asian girl like you “ ujarnya sambil mengerling. Aku tahu apa yang dia maksud, selama ini dia selalu menganggap ku sebagai cewek yang terlalu baik…( please,,,,that’s her opinion )
Dan kami pun berpelukan.
“ kau akan kembali kesini, kan?”
“ I hope so.”
Mungkin bagiku menangis adalah hal yang wajar ( well…..tak bisa dihitung beratus kali aku sering menangis ketika disini), tapi buat cewek kuat seperti Glory itu akan terlihat memalukan, jadi sebelum dia mulai terhanyut dengan acara melo-meloan, cewek itu langsung masuk kedalam mobil. Aku mengikutinya. Dia ngebut. Kami tiba 45 menit sebelum pesawat take off, untungnya check in counter Singapore Airlines itu masih dibuka. Tak ada waktu lagi buat melo-meloan versi kedua.
“ take care!” teriak Glory sambil melambaikan tangan ketika aku mulai masuk keruang check in .
“ you too, take care!” sahutku berteriak, kemudian meninggalkan sosok Glory diluar ruangan sana. Langkahku terasa sangat berat, namun jalan didepan harus aku hadapi. Pesawat SQ 911 akan membawaku kembali kekampung halaman yang telah lama kutinggalkan, tepat ketika diterminal kedatangan bandara LAX yang luas itu, seorang cowok baru saja turun dari pesawat yang juga membawanya kembali kekotanya. Tempat dimana dia juga telah meninggalkan keluarga, sahabat-sahabat dan seorang yang sangat dicintainya.

One year later..

Aku membolak-balik traveling book yang disediakan United Airlines beberapa kali. Foto-foto tempat wisata yang ada didalamnya seakan membawaku kembali kenegara indah yang pernah kutinggali 1tahun yang lalu. Banyak tempat didalam buku itu yang sudah kukunjungi. Hahh…..rasanya penerbangan ini begitu lama, sungguh tak sabar ingin segera menapakkan kakiku kenegara paman sam ini.
“ kamu keliatan gelisah, Liz? “ tanya laki2 disebelahku. Oh tidak,, pasti dari tadi dia memperhatikanku dengan buku2 ini.
“ tidak apa-apa pak” jawabku tersipu.
Dia adalah Pak Ian, my Bos. Setahun ini aku sudah bekerja disebuah hotel berbintang 5 dipusat kota Jakarta sebagai food & beverage Manager. Semua berjalan sangat mudah dan cepat. Baru 2 bulan yang lalu aku diberi kepercayaan memegang posisi manajer. Pada 8 bulan pertama, aku hanya seorang karyawan yang ditugasi mengawasi restoran didalam hotel ini, pengalaman ku selama di amerika setidaknya sangat berpengaruh, dan itulah yang mereka lihat. Sampai suatu saat aku diberi tugas untuk memegang satu event direstoran itu dan semuanya berjalan lancar. Sang pemilik hotel merasa puas dan disaat itulah bintang keberuntungan terbang kearahku.
Hampir seluruh mimpiku telah kuraih, hidup mapan, pekerjaan dengan posisi baik, tempat2 indah yang pernah kupikir hanya hayalan ternyata telah bisa kudatangi. Dan semua itu membuat ku terus bersyukur. Meskipun seluruh waktuku saat ini tersita oleh pekerjaan, kupikir bukan saatnya untuk berkeluh kesah.
Dan saat ini, aku sedang dalam perjalanan menuju LA untuk menghadiri seminar selama 2 minggu disalah satu hotel mewah disana.
Udara dingin winter segera menyapu wajahku ketika keluar dari airport. Seorang pemuda berkulit hitam yang merupakan utusan dari hotel tempat kami menginap sekaligus tempat akan diselengggarakan ny seminar , berdiri membawa papan nama bertuliskan nama hotel kami dijakarta. Dengan ramah dia menyambut kami berdua dan menggiring kami kedalam mobil hitam yang telah menanti. Jalan-jalan yang tertutup salju memberi kenangan tersendiri bagiku.
Kami tiba didepan hotel mewah itu. Sekali lagi ingatan ku melayang mundur kembali. Masih jelas dibenakku bagaimana malam itu aku berlari memasuki hotel ini untuk menemui Mike, menjelaskan semua yang ada didalam kepalaku dan didalam hatiku.

~~~
Jadwal hari pertama dihotel adalah free program, meskipun dari pihak tuan rumah membuat beberapa acara penyambutan. Tapi aku tak akan membuang kesempatan ini untuk sekedar melihat sambutan2 yang pastinya tidak begitu menarik, tentu saja bila dibandingkan dengan keluar dari hotel dan menemui teman lama ku, Glory.
Aku sedang merapikan barang2 bawaan kedalam lemari ketika seseorang mengetuk pintu. Aku salah ketika kupikir itu petugas kamar, aku membuka pintu dan Mr Ian sudah berdiri disana. Laki2 itu sudah mengganti pakaiannya tadi siang dengan setelan batik rapi.
“ Saya sekalian lewat dan akan turun kebawah, mungkin kita bisa bareng keacara“ katanya saat tanpa sadar aku memperhatikannya terus. “ kamu sudah siap?” tanyanya. Sesaat aku ragu untuk mengutarakan niatku.
“Hmmmm,,,begini pak, tadinya saya ingin hubungi bapak kalau malam ini, kalau diijinkan, saya tidak menghadiri acara.”
Laki-laki itu menatapku sesaat.
“ Kamu ada acara lain?” tanyanya kemudian.
“ Mmm sebenarnya iya. Saya ingin keluar untuk menemui teman lama saya disini.” Jawabku. Entah itu hanya perasaanku saja, tapi aku sempat melihat sorot kecewa dimatanya. Namun akhirnya dia menjawab.
“Sudah buat janji denganya?”
“ Sebenarnya baru sebentar lagi saya akan menghubunginya.” Tapi aku buru2 melanjutkan kata-kataku. “ Tapi jika bapak keberatan, saya bisa…….”
“ Tentu tidak, kamu boleh keluar malam ini.” Potongnya.
”Terima kasih,pak!”
Dia mengangguk. “ Baiklah, saya akan kebawah” sebelum berlalu dia membalik badannya lagi
“ satu lagi, Liz, jika kita sedang tidak dalam waktu kerja sebaiknya kamu tidak panggil saya ‘bapak’ , kamu bisa panggil nama saya saja.” Kata-kata yang barusan keluar dari mulut atasanku ini sontak membuatku terkejut. Belum aku menjawab dia kembali menambahkan :” itu juga jika kamu tidak keberatan “
“ Oh, bukan begitu pak” ujarku kemudian. “ justru saya merasa tidak sopan jika melakukannya, meskipun itu diluar jam kerja.”
“ Baiklah kalau begitu, saya rubah saja menjadi wajib” katanya kemudian sambil ngeloyor pergi.
‘Aneh’..pikirku. Selama bekerja sama dengan nya, aku melihat dia adalah laki-laki yang sangat serius dan agak dingin, menurutku. Mr ian menjabat grand manager Hotel sudah lebih lama dariku. Dia pintar, tegas dan disiplin. Dari usia, mungkin terbilang masih muda, diusia 30 tahun dia sudah memegang posisi tinggi. Aku bukannya tidak mendengar bisikan2 cewek2 sekerja ku yang sering membicarakan nya. Well, wajahnya tidak bisa dibilang biasa-biasa saja, plus tubuh yang tinggi dan proposional pasti bisa membuat wanita2 akan memandangnya lagi setelah 5menit pertama. Apalagi dia belum menikah.
Tidak ingin berlama-lama memikirkan perubahan sikap bosku itu, aku bergegas bersiap untuk segera menemui Glory.


Tidak ada komentar: