

Perjalanan cukup lancar awalnya sampai kami memasuki daerah cikidang. Medannya mulai sulit, banyak tikungan tajam, licin dan sangat gelap membuat ke 8 motor melaju dengan sangat hati-hati. Bro Giat sebagai PIC melaju paling depan, seharusnya aku dan Heri berada diposisi kedua setelah mereka, namun dijalanan yang mulai banyak tanjakan ini bebek shogun yg kutumpangi berjalan mulai pelan dan agak tertinggal. “ pelan-pelan aja Her” bisik ku pada Heri ketika di suatu tikungan biker ku ini agak oleng kekanan untuk menghindari mobil yang tiba-tiba datang dari arah depan. Semangat dan doa terus kukobarkan untuk biker satu ini. motor Giat, Thimo, Hari , Ivan dan Iam sudah melaju didepan, dibelakang ku bajaj Densur dan ai mengikuti. Tiba-tiba terdengar suara klakson beberapa kali, aku menengok dan si bangor sudah belok kebelakang. Instingku berkata pasti terjadi sesuatu. Motor kami langsung berbelok mengikuti dan memang benar, aku melihat motor Om Ery berada ditengah dan boncengernya, Farah, duduk lemas ditengah jalan. Ternyata Lumpur yang lumayan tebal dan licin membuat motor Eri terlempar. Tak ada luka serius, tapi tangan Farah sempat terkilir.
Kawasan pantai ini memang sangat indah dengan hamparan pantai pasir bersih yang terbentang sangat panjang dan ombak yang besar. Terlihat para pemancing dipinggir pantai yg berkarang. Kami mendapatkan satu vila untuk menginap, terletak agak keujung. Disini pantainya lebih sepi dan berpasir halus. Ombak yang besar dan tak berkarangpun dimanfaatkan oleh para peselancar yang sebagian besar adalah orang asing. Pasir putih yang lembut menyebabkan dipantai inilah banyak terdapat penangkaran penyu hijau.
Pondok kami bernama ‘villa tanaga’ terbuat dari kayu-kayu kelapa dan setiap kamar hanya disekati oleh triplek. Beberapanya sudah ditempati dan sebagian besar orang asing. Cukup mahal sih harganya, tapi senilai lah dengan view yang bisa kami dapat. Sore hari, sambil duduk-dudku menunggu sunset, anak-anak TRAVIC dengan riang gembira tralala trilili bermain pasir. wah wah gak sadar sama umur ye.....hehehe.

Menunggu penyu-penyu datang kepantai dan menggali pasir. Menurut pak Dodo, pantai ini bernama pantai pangumbahan. Pangumbahan sendiri berarti tempat cucian karena konon dulu telur-telur penyu disini berwarna hijau tapi kini berubah menjadi putih. Wah..coba tetep hijau keren tuh..hihi!!
Seekor penyu seberat kurang lebih 80kilogram yang baru selesai bertelur sedang mengeruk pasir dengan dua kaki depannya untuk menutupi telur-telurnya. Satu induk penyu sendir bisa menghasilkan telur mencapai ratusan dan prosesnya bisa lebih dari 2jam-an. Untungnya kami datang disaat yang tepat, dimana banyak penyu yang sedang naik kepantai dan bertelur. Biasanya musim bertelur sih terjadi mulai dari bulan juni sampai desember.
Malam mulai larut, setelah asik bercengkrama dengan para penyu dan menikmati suasana malam dipantai, kami kembali ke villa, melanjutkan mengobrol terus baru istirahat.
Pagi yang tak begitu carah. Gerimis sisa semalam masih mengguyur. Tapi tak menghentikan kami untuk tetap jalan-jalan dipantai.

Wah benar-benar turing yang mengasikkan. Pukul 10pagi team TRAVI C bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta.
Alhamdulillah aku tiba dirumah dengan selamat. Terima kasih buat team TRAVIC terutama para biker-biker kyu.
1 komentar:
Wah, gilaa....
Mantab dah, bener-bener wanita perkasa...
dah keliling mana aja nih sama travic? kapan TRAVIC ke Lampung?
salam kenal juga ya.
arthaliwa.wordpress.com
Posting Komentar